Welcome to My lovely Blog

Random

create your own banner at mybannermaker.com!
Copy this code to your website to display this banner!
http://adf.ly/EWRNQ

Hadiths/aLQur'an

Hadiths/aLQur'an
Dhul Hijja

Ulama Yaman

Ulama Yaman;
 Saya membaca kitab untuk hapuskan Syiah, akhirnya saya masuk Syiah

Isham Imad menceritakan bagaimana beliau masuk Syiah dan berkata, "Mereka menyuruh saya membaca kitab Syeikh Mufid tentang Ahlul Bait, mereka ingin saya menulis kritikan dan analisa kukuh tentang kitab ini dan isi kandungannya, mereka percaya dengan penulisan kritikan terhadap kitab ini, namun saya menjadi Syiah setelah membacanya." 

 Saya membaca kitab untuk hapuskan Syiah, akhirnya saya masuk Syiah
Agensi Berita Ahlul Bait (ABNA.co) - Dr. Isham Imad (عصام العماد) dalam satu seminar pemikiran al-Qur'an, Universiti Perindustrian Hamedan berkata, "Perselisihan paling penting dan asasi antara Syiah dan Wahabi ialah masalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Talib yang berlanjutan sehingga kepada akidah. Namun setelah saya kenal dan banyak menyelidik kehidupan Ali (a.s), akidah saya bertukar dan saya pun masuk Syiah."

Tentang pembentukan firqah Wahabi beliau mendedahkan, "Saya percaya Amerika dan Inggeris adalah penyokong Wahabi, dan masalah Wahabi ialah kehilangan arah."

Isham Imad menjelaskan, "Antara bentuk-bentuk Wahabi yang lain ialah mereka tidak menerima apa sahaja daripada Ahlul Bait, barangsiapa yang berminat ke arah Ahlul Bait akan ditentang."

Mengenai keluarganya yang masih menganut fahaman Wahabi, beliau berkata, "Saya banyak berusaha supaya teori mereka tentang Wahabi betukar, malangnya saya belum berjaya."

Mantan ulama Wahabi ini berkata, "Kesedaran ialah pertukaran visi dan sikap seseorang individu, kesedaran ini terjadi di Saudi, Bahrain dan Yaman yang menunjukkan wujudnya kesetiakawanan di kalangan masyarakat mereka."

Isham Imad menegaskan kesilapan Wahabi di dalam tafsir sangat berbahaya, "Kesilapan dalam penafsiran, boleh mengubah maksud al-Quran ke 180 darjah, dan masalah Muhammad bin Abdul Wahabi ialah menafsirkan Al-Quran berasaskan kamus i'rab, bukan berasaskan kamus al-Quran. Inilah kesilapan tafsir yang dilakukan oleh golongan Khawarij."

Tambah beliau lagi, "Pegangan Wahabi tentang syiriknya bertawassul dengan haram Ahlul Bait hanyalah dalam skop penafsiran mereka. Ini disebabkan pihak musuh mencari jalan untuk menimbulkan masalah kepada Syiah."

Bekas ulama Wahabi yang berasal dari Yaman ini berkata, "Doktrin Wahabi memberi perhatian terhadap al-Quran, namun tidak secara mendalam dan mencapai pemahaman yang sebenar."

Katanya lagi, "Mereka menyuruh saya membaca kitab Syeikh Mufid tentang Ahlul Bait, mereka ingin saya menulis kritikan dan analisa kukuh tentang kitab ini dan isi kandungannya, mereka percaya dengan penulisan kritikan terhadap kitab ini, namun saya menjadi Syiah setelah membacanya.

"Sebab penukaran saya ke mazhab Syiah ialah, Syiah muncul dari fondasi Islam."

Dr Isham Imad merupakan bekas ulama Wahabi dan anak murid mufti Bin Baz yang pernah menulis buku anti Syiah. Namun beliau akhirnya menemui kebenaran setelah banyak mengkaji dan menjadi aktivis pembela Syiah di zaman ini.
 

Hadis Muawiyah bin Abu Sufyan Seorang Yang Dilaknat Allah SWT


Hadis Muawiyah bin Abu Sufyan Seorang Yang Dilaknat Allah SWT
Terdapat hadis shahih yang menunjukkan kalau Muawiyah bin Abu Sufyan adalah salah seorang yang dilaknat oleh Allah SWT. Hal ini diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sanad yang jayyid.

حدثنا خلف حدثنا عبد الوارث بن سعيد بن جمهان عن سفينة مولى أم سلمة أن النبي صلى الله عليه وسلم كان جالساً فمر أبو سفيان على بعير ومعه معاوية وأخ له أحدهما يوقود البعير والآخر يسوقه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعن الله الحامل والمحمول والقائد والسائق

Telah menceritakan kepada kami Khalaf yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah mawla Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk kemudian melintaslah Abu Sufyan di atas hewan tunggangan dan bersamanya ada Muawiyah dan saudaranya, salah satu dari mereka menuntun hewan tunggangan tersebut dan yang lainnya menggiringnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “laknat Allah bagi yang memikul dan yang dipikul, yang menuntun dan yang menggiring”[Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/121]
Dalam hadis di atas tertulis ‘Abdul Warits bin Sa’id bin Jumhan, ini adalah tashif yang benar adalah ‘Abdul Warits ‘an Sa’id bin Jumhan. Karena telah ma’ruf kalau yang meriwayatkan dari Safinah adalah Sa’id bin Jumhan dan yang meriwayatkan dari Sa’id bin Jumhan adalah ‘Abdul Warits yaitu ‘Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan.
  • Dalam biografi Sa’id bin Jumhan Al Aslamiy disebutkan kalau ia meriwayatkan dari Safinah dan telah meriwayatkan darinya ‘Abdul Warits bin Sa’id [Tahdzib Al Kamal 10/376 no 2246]
  • Dalam biografi ‘Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan disebutkan kalau ia meriwayatkan dari Sa’id bin Jumhan Al Aslamiy [Tahdzib Al Kamal 18/478 no 3595]
Hadis ‘Abdul Warits dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya dan Nasa’i dalam kitab Sunan-nya dengan sanad berikut

حدثنا مسدد بن مسرهد قال ثنا عبد الوارث عن سعيد بن جمهان عن سفينة قال

Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah yang berkata –al hadits- [Sunan Abu Dawud 2/416 no 3932]

أخبرنا قتيبة بن سعيد قال ثنا عبد الوارث عن سعيد بن جمهان عن سفينة قال

Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah yang berkata –al hadits- [Sunan Nasa’i 3/190 no 4995]
Al Baladzuri termasuk ulama besar, Adz Dzahabi menuliskan keterangan tentang Al Baladzuri dalam kitabnya As Siyar dan Tadzkirah Al Huffazh. Adz Dzahabi menyebut ia seorang penulis Tarikh yang masyhur satu thabaqat dengan Abu Dawud, seorangHafizh Akhbari Allamah [Tadzkirah Al Huffazh 3/893]. Di sisi Adz Dzahabi penyebutan hafizh termasuk ta’dil yaitu lafaz ta’dil tingkat pertama. Disebutkan Ash Shafadi kalauAl Baladzuri seorang yang alim dan mutqin [Al Wafi bi Al Wafayat 3/104]. Tidak ada alasan untuk menolak atau meragukan Al Baladzuri, Ibnu Hajar telah berhujjah dengan riwayat-riwayat Al Baladzuri dalam kitabnya diantaranya dalam Al Ishabah, Ibnu Hajar pernah berkata “dan diriwayatkan oleh Al Baladzuri dengan sanad yang la ba’sa bihi” [Al Ishabah 2/98 no 1767]. Penghukuman sanad la ba’sa bihi oleh Ibnu Hajar berarti ia sendiri berhujjah dan menta’dil Al Baladzuri. Soal kedekatan kepada penguasa itu tidaklah merusak hadisnya karena banyak para ulama yang dikenal dekat dengan penguasa tetapi tetap dijadikan hujjah seperti Az Zuhri dan yang lainnya. Para ulama baik dahulu maupun sekarang tetap menjadikan kitab Al Balazuri sebagai sumber rujukan baik sirah ansab maupun hadis.
Riwayat Al Baladzuri di atas terdiri dari para perawi tsiqat dimulai dari Khalaf syaikh [guru] Al Baladzuri adalah Khalaf bin Hisyam Al Bazzar, ‘Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan dan Sa’id bin Jumhan Al Aslamiy. Sedangkan Safinah mawla Ummu Salamah yang juga dikenal mawla Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah sahabat Nabi.
  • Khalaf bin Hisyam Al Bazzar adalah perawi Muslim dan Abu Dawud. Disebutkan bahwa diantara yang meriwayatkan darinya adalah Ahmad bin Yahya bin Jabir Al Baladzuri. Imam Muslim juga meriwayatkan darinya itu artinya ia tsiqat menurut Muslim. Ahmad bin Hanbal dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Daruquthni berkata ahli ibadah yang memiliki keutamaan. Ibnu Hibban berkata “baik, memiliki keutamaan, alim dalam qiraat dan telah menulis darinya Ahmad bin Hanbal” [At Tahdzib juz 3 no 297]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/272]. Al Khalili menyatakan ia disepakati tsiqat [Al Irshad 1/95]
  • ‘Abdul Warits bin Sa’id bin Dzakwan adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Abu Zur’ah, Ibnu Ma’in, Al Ijli dan Ibnu Numair menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim menyatakan ia shaduq. Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat hujjah”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “mutqin dalam hadis”. [At Tahdzib juz 6 no 826]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 1/625].
  • Sa’id bin Jumhan Al Aslamiy adalah perawi Ashabus Sunan. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “ditulis hadisnya tetapi tidak dijadikan hujjah”. Abu Dawud menyatakan ia tsiqat. Ahmad bin Hanbal menyatakan ia tsiqat. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. As Saji berkata “tidak diikuti hadisnya” [At Tahdzib juz 4 no 15]. Yaqub bin Sufyan Al Fasawi menyatakan ia tsiqat [Al Ma’rifat Wal Tarikh 2/182]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq dan memiliki riwayat yang menyendiri, tetapi pernyataan ini dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Sa’id bin Jumhan seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 2279].
Jadi riwayat ini memiliki sanad yang shahih dan menunjukkan kalau Mu’awiyah adalah salah seorang yang dilaknat oleh Allah SWT. Apapun alasannya, kami tidak bisa memastikan tetapi jika melihat bagaimana pribadi Mu’awiyah dan pemerintahan yang dipimpin olehnya maka riwayat ini tidaklah mengherankan. Cukup banyak penyimpangan yang dilakukan Mu’awiyah diketahui oleh mereka yang mengetahuinya dan dibela mati-matian oleh mereka yang mencintai Muawiyah. Bagi yang ingin melihat berbagai penyimpangan Muawiyah, dipersilahkan untuk melihat tulisan kami yang lain tentang Muawiyah. Akhir kata jika ada yang tidak setuju cukuplah sampaikan bantahan dan tidak perlu mencela kami. Kami tidak tertarik main tuduh-menuduh cela mencela, kalau kami keliru silakan dikoreksi tetapi kalau tidak mampu maka cukuplah berdiam diri. Salam Damai
.
.
.
Sedikit Tambahan
Sebagian orang yang merasa berat hatinya ketika membaca hadis ini berusaha melemahkan hadis ini dengan syubhat kalau Abdul Warits bin Said bin Jumhanseorang yang majhul. Syubhat ini hanya dilontarkan oleh mereka yang tidak akrab dengan kitab-kitab hadis. Telah dibahas sebelumnya kalau penulisan itu adalah keliru alias terjadi salah tulis. Lafaz “bin” dalam sanad itu seharusnya “an”  [kedua lafaz ini memang agak mirip tulisan arabnya] karena telah ma’ruf dalam kitab biografi perawi dan juga kitab hadis kalau yang meriwayatkan dari Safinah adalah Sa’id bin Jumhan dan diantara yang meriwayatkan dari Sa’id bin Jumhan adalah Abdul Warits. Perkara tashif seperti ini cukup banyak dalam kitab hadis. Silakan perhatikan hadis berikut

Musnad Al Bazzar
Ini contoh kitab Musnad Al Bazzar yang sudah ditahqiq dan kami akan menunjukkan hadis dimana terdapat tashif soal nama perawi yang mirip dengan kasus riwayat Al Baladzuri di atas
Perhatikan sanad hadis tersebut yaitu “telah menceritakan kepada kami ‘Amasy dariMinhal bin ‘Amru bin ‘Abbad bin ‘Abdullah Al Asady dari Ali”. Ini jelas tashif penulisan lafaz “bin” yang benar adalah Minhal bin ‘Amru ‘an Abbad bin Abdullah Al Asadiy yang artinya Minhal bin ‘Amru dari ‘Abbad bin Abdullah Al Asadiy. Buktinya karena sebagaimana yang disebutkan dalam kitab biografi perawi hadis diantaranya Abu Hatim menyebutkan dalam biografi Abbad bin ‘Abdullah Al Asdiy kalau ‘Abbad mendengar hadis dari Ali dan telah meriwayatkan darinya Minhal bin ‘Amru [Al Jarh Wat Ta'dil 6/82 no 420]. Apalagi dalam judul bab hadis di atas disebutkan diantara riwayat ‘Abbad bin ‘Abdullah Al Asadiy dari ‘Ali radiallahu ‘anhu. Kalau ada yang mau mengatakan perawi itu adalah Minhal bin ‘Amru bin ‘Abbad bin Abdullah maka orang tersebut memang gak paham alias tidak meneliti dengan baik. Sudah tentu perkara syubhat seperti ini akan diaminkan oleh kaum awam yang memang tidak akrab dengan kitab hadis terutama oleh orang yang ghuluw mencintai Muawiyah. Salam Damai :mrgreen:
 

Telaah Perbedaan Sunni dan Syiah


Telaah Perbedaan Sunni dan Syiah.
Tulisan ini adalah tanggapan sederhana atas tulisan di situs ini yang berjudul Apa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah ?. Untuk memenuhi permintaan saudara Gura dalam tulisan saya yang lalu. Tulisan yang bercetak miring adalah tulisan di situs tersebut. Sebelumnya perlu diingatkan bahwa apa yang penulis(saya) sampaikan adalah bersumber dari apa yang penulis baca dari sumber-sumber Syiah sendiri.
Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan ?.
Penulis(saya) menjawab benar perbedaan Sunni dan Syiah memang tidak sebatas Furu’iyah tetapi juga berkaitan dengan masalah Ushulli. Tetapi tetap saja Syiah adalah Islam(lihat tulisan ini). Kita akan lihat nanti. Tidak ada masalah dengan pendekatan Sunni dan Syiah karena tidak semuanya berbeda, terdapat cukup banyak persamaan antara Sunni dan Syiah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui. Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya
Jawaban saya, kata-kata ini juga bisa ditujukan pada penulis itu sendiri, minimnya pengetahuan dia tentang Syiah kecuali yang di dapat dari Syaikh-syaikhnya. Kemudian berbicara seperti orang yang sok tahu segalanya. Dan berkomentar sebelum memahami persoalan sebenarnya.
Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i. Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.
Bukankah baik kalau mengenal sesuatu dari sumbernya sendiri yaitu Ulama Syiah. Kalau si penulis itu menganggap Ulama Syiah Cuma berpura-pura lalu kenapa dia tidak menganggap Syaikh-Syaikh mereka itu yang sengaja mendistorsi tentang Syiah. Subjektivitas sangat berperan, anda tentu tidak akan mendengar hal yang baik tentang Syiah dari Ulama yang membenci dan mengkafirkan Syiah. Pengetahuan yang berimbang diperlukan jika ingin bersikap objektif. Sekali lagi perbedaan itu benar tidak sebatas Furu’iyah.
Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita(Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Kata-kata yang begitu kurang tepat, yang benar adalah Syiah meyakini Rukun Iman dan Rukun Islam yang dimiliki Sunni tetapi mereka merumuskannya dengan cara yang berbeda dan memang terdapat perbedaan tertentu pada Syiah yang tidak diyakini Sunni.
Kitab Hadis Syiah benar berbeda dengan Kitab Hadis Sunni karena Syiah menerima hadis dari Ahlul Bait as(hal ini ada dasarnya bahkan dalam kitab hadis Sunni lihathadis Tsaqalain) sedangkan Sunni sebagian besar hadisnya dari Sahabat Nabi ra.
sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita. Ini adalah kebohongan, yang benar Ulama-Ulama Syiah menyatakan bahwa Al Quran mereka sama dengan Al Quran Sunni. Yang mengatakan bahwa Al Quran Syiah berbeda dengan Al Quran Sunni adalah kaum Syiah Akhbariyah yang bahkan ditentang oleh Ulama-Ulama Syiah. Kaum Akhbariyah ini yang dicap oleh penulis itu sebagai Ulama Syiah. Sudah keliru generalisasi pula. Penafsiran Al Quran yang berlainan bukan masalah, dalam Sunni sendiri perbedaan tersebut banyak terjadi.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.
Yang berkata seperti ini adalah Ulama-ulama Salafi, karena terdapat Ulama Ahlussunah yang mengatakan Syiah itu Islam seperti Syaikh Saltut, Syaikh Muhammad Al Ghazali, Syaikh Yusuf Qardhawi, dan lain-lain. Sebenarnya yang populer di kalangan Sunni adalah Syiah itu Islam tetapi golongan pembid’ah. Cuma Salafi yang dengan ekstremnya menyebut Syiah agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
Saya akan menanggapi satu persatu pernyataan penulis ini
1. Ahlussunnah : Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah
Jawaban: Saya tidak tahu apa sumber penukilan penulis ini, yang jelas Syiah juga meyakini Islam dimulai dengan Syahadat. Jadi sebenarnya Syiah meyakini semua rukun Islam Sunni hanya saja mereka menambahkan Al Wilayah. Yang ini yang tidak diakui Sunni, tentu perbedaan ini ada dasarnya.
2. Ahlussunnah : Rukun Iman ada 6 (enam) :
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman kepada Rasul Nya
e) Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah : Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)* 
a) At-Tauhid
b) An Nubuwwah
c) Al Imamah
d) Al Adlu
e) Al Ma’ad
Syiah jelas meyakini atau mengimani semua yang disebutkan dalam rukun iman Sunni, hanya saja mereka ,merumuskannya dengan cara berbeda seperti yang penulis itu sampaikan. Rukun iman Syiah selain Imamah mengandung semua rukun iman Sunni. Perbedaannya Syiah meyakini Imamah dan Sunni tidak, sekali lagi perbedaan ini ada dasarnya.
3. Ahlussunnah : Dua kalimat syahadat
Syiah : Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka
Ini tidak benar karena syahadat dalam Sunni dan Syiah adalah sama Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah. Tidak mungkinnya pernyataan penulis itu adalah bagaimana dengan mereka orang Islam pada zaman Rasulullah SAW, zaman Imam Ali, zaman Imam Hasan dan zaman Imam Husain. Bukankah jelas pada saat itu belum terdapat 12 imam.
4. Ahlussunnah : Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.
Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah : Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka
Imam Sunni tidak terbatas karena setiap ulama bisa saja disebut Imam oleh orang Sunni. Bagi Syiah tidak seperti itu, 12 imam mereka ada dasarnya sendiri dalam sumber mereka, dan terdapat juga dalam Sumber Sunni tentang 12 khalifah dan Imam dari Quraisy. Intinya Syiah dan Sunni berbeda pandangan tentang apa yang disebut Imam. Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan. Pernyataan ini hanya sekedar persepsi, tidak dibenarkan berdasarkan apa, jelas sekali penulis ini tidak memahami pengertian Imam dalam Syiah.
Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka. Saya tidak tahu apa dasar penulis itu, yang saya tahu Ulama Syiah selalu menyebut Sunni sebagai Islam dan saudara mereka. Anda dapat melihat dalam Al Fushul Al Muhimmah Fi Ta’lif Al Ummah oleh Ulama Syiah Syaikh Syarafuddin Al Musawi(terjemahannya Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah dan Syiah hal 33 yang membuat bab khusus yang berjudul Keterangan Para Imam Ahlul Bait Tentang Sahnya Keislaman Ahlussunnah) Atau anda dapat merujuk Al ’Adl Al Ilahykarya Murtadha Muthahhari( terjemahannya Keadilan Ilahi hal 271-275).
5. Ahlussunnah : Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali Radhiallahu anhum
Syiah : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).
Pembahasan masalah ini adalah cukup pelik, oleh karenanya saya akan memaparkan garis besarnya saja. Benar sekali khulafaurrosyidin yang diakui Sunni adalah seperti yang penulis itu sebutkan. Syiah tidak mengakui 3 khalifah pertama karena berdasarkan dalil-dalil di sisi mereka Imam Ali ditunjuk sebagai khalifah pengganti Rasulullah SAW. Pernyataan (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka), disini lagi-lagi terjadi perbedaan. Sunni berdasarkan sumber mereka menganggap Imam Ali berbaiat dengan sukarela. Tetapi Syiah berdasarkan sumber mereka menganggap Imam Ali berbaiat dengan terpaksa. Hal yang patut diperhitungkan adalah Syiah juga memakai sumber Sunni untuk membuktikan anggapan ini, diantaranya hadis dan sirah yang menyatakan keterlambatan baiat Imam Ali kepada khalifah Abu Bakar yaitu setelah 6 bulan. Sekali lagi perbedaan ini memiliki dasar masing-masing di kedua belah pihak baik Sunni dan Syiah, jika ingin bersikap objektif tentu harus membahasnya secara berimbang dan tidak berat sebelah. Perbedaan masalah khalifah ini juga tidak perlu dikaitkan dengan Islam atau tidak, bukankah masalah khalifah ini jelas tidak termasuk dalam rukun iman dan rukun islam Sunni yang disebutkan oleh penulis itu. Oleh karenanyajika Syiah berbeda dalam hal ini maka itu tidak menunjukkan Syiah keluar dari Islam.
Sebelum mengakhiri bagian pertama ini, ada yang perlu diperjelas. Syiah meyakini rukun iman dan rukun islam Sunni hanya saja Syiah berbeda merumuskannya. Oleh karenanya dalam pandangan Sunni, Syiah itu Islam. Syiah meyakini Imamah yang merupakan masalah Ushulli dalam rukun Iman Syiah. Sunni tidak meyakini hal ini. Dalam pandangan Syiah, Sunni tetap sah keislamannya berdasarkan keterangan dari para Imam Ahlul Bait . Anda dapat merujuk ke sumber yang saya sebutkan.Bersambung , Salam damai